Kamis, 20 Maret 2014

Surga Bagiku Surga Untukmu

Seketika dinginnya pagi membunuh dan menusuk jiwa, pohon-pohon terbangun dari mimpinya. Pagi yang masih berselimut gelap, bangunlah seorang anak muda dan bergegasnya dia mengambil air suci untuk melaksanakan kewajibannya menyembah apa yang seharusnya dia sembah (Tuhan). Disela dia menyembah-Nya diselipkannya secarik doa yang dia alamatkan kepada seseorang yang dia sayangi, berupa harapan yang suatu saat dia harap bisa terkabul. Mentari mulai meyingkirkan malam, dibasuhnya tubuh dan ditutupnya tubuh dengan seragam  putih abu-abu. Serupa dengan besi tua beroda dua, ditemaninya serta dikayuhnya untuk mencapai tempat dimana dia mencari apa yang dinamakan ilmu, serta dimana tempat dia menemukan serpihan hati yang dia cari selama ini.

Waktu menunjukan jam 7, lonceng bel masuk pun berbunyi. Dilangkahnya kakinya menuju kelas, bukan cahaya mentari ataupun cahaya bintang, bagai malaikat tanpa sayap yang sorot matanya memancarkan keindahan yang menusuk, mengunjam, memanah didalam dada, itulah Dinda. Sesekali ditariknya senyum yang membuat jantung berhenti berdetak. Dilemparkannya kata-kata sekedar basa-basi yang sebenarnya sangat berarti, walau terkadang hanya berupa jawaban “Hay juga”. Detik demi detik waktu bergulir serasa cepat, ingin sebenarnya duduk di bangku ini lebih lama hanya untuk melihat keindahan walau hanya dikejauhan. Dan waktu tiba, satu per satu anak mulai melangkahkan kakinya untuk pulang. Sudah terlampau sering Dinda pulang paling akhir di kelas, dihampirinya dan seketika dia mengajak pulang bersama, dia “yuk,,,mau pulang kan? Bareng aku aja”. Balas Dinda “boleh”. Mulai dikayuh sepedanya dengan Dinda diboncengnya. Perlahan lahan dikayuhnya sepeda dijalan menuju pulang, sesekali dia bertanya didalam hati ”apa aku bisa dapetin cinta seorang bidadari seperti Dinda”.

Sulit rasanya sedetik tak ingat Dinda, di dalam hati yang terdalam ada sebuah gejolak yang entah apa itu namanya, hanya bisa dirasakan, tapi tak mengerti itu bisa muncul dalam sudut perasaannya. Entah apa itu, apa mungkin perasaan suka, ataukah perasaan mengagumi, ataukah perasaan sayang, atau mungkin perasaan cinta.

Lambat hari dia mencoba mendekat, lebih dekat dan semakin dekat, perasaan nyaman dan bahagia menyelimutinya jika berada didekat Dinda. Bagaikan mawar yang mekar di tengah-tengah gurun, mungkin itu perasaan yang tergambar di hati dia. Sebenarnya dia mau bertanya tapi dia takut menerima apa yang tak mau diharapkannya. Hari yang ditunggu pun datang, dia mencoba meminta separuh hati yang hilang, dan itu ada digenggaman Dinda. Setitik cahaya pun terlihat dari matanya, akhirnya Dinda pun meresponnya dengan baik, ditaruhkannya seutuhnya hati untuk dia. Mentari mulai menutupkan matanya, akhirnya dua insan tuhan ini saling mengucap janji dan tidak akan terpisahkan hingga ajal menjemput. Dan akhirnya bunga mekar diakhir cerita.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © To Network
Blogger Theme by BloggerThemes Sponsored by Internet Entrepreneur